Timnas Indonesia baru saja menciptakan kegaduhan di dunia sepak bola Tanah Air setelah kegagalan mereka di Piala AFF 2024. Setelah hanya mampu end di posisi ketiga grup B dengan raihan 4 poin, skuad Garuda harus mengucapkan selamat tinggal kepada turnamen tersebut. Momen ini semakin disorot setelah pemain muda Victor Dethan mengungkapkan rasa syukurnya meski debutnya tidak sesuai harapan. Ia meminta maaf kepada para suporter atas hasil yang mengecewakan dan berharap tim dapat bangkit di masa depan.
Kritik tajam juga datang dari mantan pemain Akmal Marharley kepada pelatih Shin Tae-yong. Dalam pernyataannya, Akmal menyebutkan bahwa pencapaian pelatih asal Korea Selatan tersebut lebih banyak bergantung pada faktor keberuntungan atau “hoki”. Ia menilai bahwa meski berhasil membawa Indonesia meraih beberapa prestasi, banyak di antaranya tidak didapat lewat usaha maksimal. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari warganet, yang terbelah antara mendukung Shin Tae-yong dan menganggap kritik Akmal beralasan.
Di sisi lain, situasi di AFF juga berimbas kepada negara lain. Filipina, yang melaju ke semifinal, malah menghadapi tantangan besar terkait minimnya dukungan penonton. Pelatih Albert Capellas bahkan sampai “ngemis” kepada publik agar datang menyaksikan laga semifinal melawan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa minat terhadap sepak bola di Filipina masih rendah dibandingkan dengan olahraga lain seperti basket.
Kekalahan Timnas Indonesia pun berdampak pada popularitas pertandingan. Dengan minimnya antusiasme dari suporter, laga-laga semifinal diprediksi akan sepi penonton. Dalam konteks yang lebih luas, situasi ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh sepak bola di kawasan ASEAN, terutama dalam menarik minat penonton untuk mendukung tim nasional mereka.